sorry ya gan,,,

blog nya lagi dalam masa perbaikan neh,,

maaf atas ketidaknyamanan nya,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

moga2 bisa cpet selesai aja...

doa nya gan,,,,,,,

rss

Sunday, March 27, 2011

Bagaimana Beramar Makruf Nahi Munkar

share


Ketika mendengar ungkapan “amar makruf nahi munkar”, mungkin gambaran kita akan tertuju pada orang-orang “ekstrim garis keras” yang menghancurkan tempat-tempat kemaksiatan. Bagaimana sebenarnya syariat Islam mengatur masalah amar makruf nahi munkar? Apa saja adab yang harus dipenuhi dalam ibadah yang agung ini? Insya Alloh dalam kesempatan kali ini kita akan membahas sedikit tentang adab dan etika dalam beramar makruf nahi munkar.
Perintah Berdakwah dan Amar Makruf Nahi Munkar
Para pembaca rohimakumulloh, agama Islam telah mensyariatkan kepada para pemeluknya untuk menegakkan amar makruf nahi munkar, yaitu memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104)

Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang melihat sebuah kemunkaran hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka hendaklah ia ubah dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka hendaklah ia ingkari dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, perlulah kita mengetahui sebagian bekal yang harus dimiliki dalam beramar makruf nahi munkar.
Ikhlaskan Niat
Adab pertama dan yang paling agung dalam beramar makruf nahi munkar serta dalam seluruh ibadah lainnya adalah ikhlas. Tujuan amar makruf yang kita lakukan adalah hanya untuk Alloh semata. Bukan karena riya agar dilihat dan didengar oleh manusia atau menunjukkan kekuatan di hadapan orang lain. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125), demikian juga Alloh berfirman yanga artinya, “Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata.’” (QS. Yusuf: 108)
Di antara tanda keikhlasan dalam berdakwah dan beramar makruf nahi munkar adalah kita mendoakan orang yang kita dakwahi dengan kebaikan. Jika kita benar-benar mengikhlaskan niat kita dalam berdakwah, maka dengan izin Alloh, dakwah akan menghasilkan buah yang diharapkan.
Berbekal Ilmu
Setiap da’i yang akan beramar makruf nahi munkar hendaklah berbekal dengan ilmu. Hal ini bukan berarti bahwa yang memiliki kewajiban untuk berdakwah dan beramar makruf nahi munkar hanyalah seorang ulama. Bukan demikian maksudnya. Jumlah ulama yang ada sedikit, sedangkan kemunkaran begitu banyaknya. Terkait dengan kewajiban amar makruf nahi munkar, para ulama telah membagi ilmu menjadi 2 bagian.
Pertama, ilmu yang fardhu ‘ain. Setiap orang yang mengaku beragama Islam harus mengetahuinya dan tidak boleh bodoh tentang hal tersebut. Misalnya tentang tauhid dan syirik, kewajiban sholat lima waktu dan lain sebagainya. Jika kita melihat ada saudara kita yang melakukan perbuatan syirik dengan pergi ke dukun untuk menanyakan suatu yang gaib maka wajib bagi kita untuk mencegahnya. Jika kita melihat saudara kita tidak mengerjakan sholat lima waktu, maka kita wajib untuk memerintahkannya. Maka menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk beramar makruf nahi munkar dengan apa yang dia ketahui.
Kedua, ilmu yang bersifat fardhu kifayah. Seperti ilmu-ilmu tentang syariat Islam yang detail dan terperinci. Maka wajib bagi orang yang memiliki ilmu tentang hal ini untuk beramar makruf nahi munkar jika dia melihat pelanggaran di dalamnya. Misalnya ilmu yang terkait dengan pembagian harta warisan. Jika kita mengetahui adanya kesalahan dalam pembagian harta warisan, maka wajib bagi orang yang mengetahuinya untuk meluruskan kekeliruan tersebut. Pada prinsipnya setiap orang wajib untuk senantiasa menuntut ilmu agama. Kemudian mendakwahkannya sesuai dengan apa yang dia ketahui.
Beramal Dengan Ilmu Yang Dimiliki
Hendaklah kita menjadi orang yang bersegera melakukan kebaikan yang telah kita perintahkan kepada orang lain dan hendaklah kita menjadi orang yang bersegera menjauhi keburukan yang telah kita larang. Alloh Ta’ala sangat membenci orang yang tidak melakukan apa yang telah dikatakannya. Alloh berfirman yang artinya, “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 3)
Namun ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa kemunkaran yang dilakukan oleh seseorang bukan penghalang baginya untuk mencegah orang lain dari kemunkaran tersebut. Seorang yang bermaksiat dengan meminum khomer maka bukan berarti dia tidak boleh melarang orang untuk meminum khomer. Demikian juga seorang yang meninggalkan kebaikan bukan berarti dia tidak boleh memerintahkan orang untuk mengerjakan kebaikan tersebut. Seorang lelaki yang meninggalkan sholat jama’ah misalnya, hal ini bukan berarti dia tidak boleh memerintahkan orang lain untuk sholat berjamaah.
Hendaknya bagi seorang da’i untuk senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan apa yang telah dia dakwahkan. Janganlah berprasangka jika seorang da’i bermaksiat pada Alloh dalam hal ini, hal tersebut tidak memberikan pengaruh dalam dakwahnya!!! Alloh telah mengatakan bahwa, “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 3). Bagaimana mungkin diharapkan kebaikan dakwah dari orang yang telah Alloh benci dengan kebencian yang sangat besar seperti ini??
Dengan Lemah Lembut Dan Kasih Sayang
Inilah salah satu adab yang banyak dilupakan oleh orang yang beramar makruf nahi munkar. Sehingga muncullah kesan bahwa amar makruf nahi munkar adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang yang keras dan tidak punya rasa kasih sayang. Inilah hukum asal dalam dakwah, yaitu dengan lemah lembut dan kasih sayang. Alloh Ta’ala telah memerintahkan utusan-Nya untuk berdakwah dengan lemah lembut walaupun kepada orang yang terkenal paling bengis. Alloh berfirman ketika memerintahkan Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam untuk mendakwahi Firaun (yang artinya), “Katakanlah oleh kalian berdua kepadanya dengan perkataan yang lembut.” (QS. Thoha: 44). Demikianlah pada awalnya Nabi Musa dan Harun diperintahkan untuk mendakwahi Firaun dengan lemah lembut. Namun ketika tampak adanya penentangan oleh Firaun terhadap dakwah Nabi Musa setelah ditunjukkan kepadanya mukjizat yang dianugerahkan oleh Alloh, maka Nabi Musa ‘alaihissalaam mengatakan, “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.” (QS. Al Isra: 102)
Dengan Penuh Hikmah
Amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan oleh seorang mukmin haruslah dilandasi dengan hikmah. Maksudnya adalah melakukan dakwah tersebut sesuai dengan tempatnya, dengan cara yang tepat, pada waktu yang tepat kepada orang yang tepat. Demikianlah telah menjadi tuntutan bagi seorang dai untuk berdakwah dengan penuh hikmah. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125). Seorang yang berdakwah dengan Hikmah, perlu memahami perkara yang terkait dengan dakwahnya. Hikmah yang terkait dalam dakwah yang harus diketahui oleh seorang dai adalah sebagai berikut.
Pertama, memahami dan mengenal tahapan-tahapan dakwah. Tahapan dakwah yang pertama kali harus disampaikan seorang dai adalah masalah tauhid. Hal ini telah ditegaskan oleh Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam wasiatnya kepada Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari orang-orang Ahli kitab, maka hendaklah engkau jadikan perkara pertama yang engkau dakwahkan adalah agar mereka mentauhidkan Alloh (dalam riwayat lain agar mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh)…”
Selain itu, perlu diperhatikan oleh seorang da’i tentang tahapan-tahapan dakwah yang harus diterapkan pada masing-masing orang. Jika ada seseorang yang tidak wajib menunaikan zakat, kemudian dikatakan kepadanya, “Bersedekahlah! Sedekah adalah sebuah kebaikan”. Bagaimana mungkin dia diperintahkan untuk bersedekah sedangkan dia tidak berkewajiban menunaikan zakat? Maka hendaknya kita mengajarkan tentang zakat terlebih dahulu, yang merupakan kewajiban dari Alloh.
Kedua, memahami kedudukan obyek dakwahnya. Mendakwahi seorang pemimpin dan tokoh masyarakat tidak bisa disamakan dengan mendakwahi teman sendiri.
Ketiga, memahami dan mengilmui perintah dan larangan yang hendak dia seru. Dengan kata lain, seorang yang beramar makruf nahi munkar, haruslah memiliki ilmu. Orang yang beramar makruf nahi munkar tanpa disertai dengan ilmu akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan manfaat yang didapatkan.
Keempat, memahami dan mampu mempertimbangkan antara manfaat dan maslahat dalam beramar makruf nahi munkar. Jangan sampai amar makruf dan nahi munkar yang kita lakukan justru malah menambah kemunkaran menjadi lebih besar. Imam Ibnu Qoyyim telah bercerita tentang guru beliau, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam menerapkan kaidah ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah berjumpa dengan orang Tartar yang sedang mabuk-mabukan di jalan umum secara terang-terangan di hadapan manusia. Maka sahabat-sahabat beliau berkata, “Mari kita ingkari mereka yang sedang mabuk-mabukan ini, mereka meminum khomer di hadapan kita!!” Syaikhul Islam berkata, “Wahai saudaraku, biarkanlah mereka. Sesungguhnya Alloh melarang meminum khomer karena dapat melalaikan dari sholat dan mengingat Alloh. Sedangkan, jika mereka meminum khamar akan mencegah mereka dari menganiaya dan membunuh kaum muslimin”. Demikianlah dapat kita lihat bagaimana beliau mampu menimbang antara maslahat dan mafsadat dalam beramar makruf nahi munkar.
Sabar Dalam Berdakwah
Seorang dai harus memiliki sifat sabar. Jika ada suatu hal yang menyakiti jiwanya maka dia harus bersabar serta mengharapkan seluruh urusannya hanya pada Alloh. Dengan kesabarannya, dia akan diberikan ganjaran sebagaimana dia diberi ganjaran atas dakwah yang dia lakukan. Demikianlah, Alloh Ta’ala telah memerintahkan para utusan-Nya untuk senantiasa bersabar terhadap gangguan yang datang dari kaum mereka. Alloh berfirman yang artinya, “Maka bersabarlah kamu seperti para ulul azmi dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS. Al Ahqaaf: 35). Alloh juga berfirman yang artinya, “Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.” (QS. Ar Ruum: 60)
Memiliki Ketegasan dan Keteguhan di Atas Kebenaran
Seorang dai haruslah memiliki sikap yang tegas dalam dakwahnya. Sikap tegas seorang dai dalam beramar makruf nahi munkar, bukanlah menandakan bahwa dia harus bersikap kaku. Namun jika perbuatan haram telah dilanggar, ayat-ayat Alloh diperolok-olokkan dan manusia berbuat maksiat secara terang-terangan, maka seorang dai harus bersikap tegas dengan tidak bercampur baur dengan orang-orang seperti ini. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala yang artinya, “Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam.” (QS. An Nisa: 140)
Berdasarkan ayat ini, para ulama telah mengambil kesimpulan bahwa orang yang ridho dengan perbuatan dosa sama dengan orang yang berbuat dosa tersebut walaupun dia tidak melakukannya.
Pantang Menyerah dan Tidak Putus Asa
Salah satu sikap yang penting dalam beramar makruf nahi munkar adalah tidak mudah berputus asa. Berilah nasihat terus-menerus kepada orang lain. Jika tidak cukup sekali maka kita nasihatkan dua kali, tiga kali dan seterusnya. Jika seorang dai yang beramar makruf nahi munkar mudah berputus asa, maka kerusakan yang ditimbulkannya akan semakin tersebar. Alloh Ta’ala telah menceritakan kisah dakwah seorang utusan-Nya, Nabi Nuh ‘alaihissalam. Alloh berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al Ankabuut: 14)
Demikianlah, Nabi Nuh ‘alaihissalam telah berdakwah di tengah kaumnya selama 950 tahun. Namun berapakah kaum Nabi Nuh yang menerima seruan beliau??
“Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS Huud: 40)
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa jumlah kaum beliau yang beriman dengan dakwah beliau selama 950 tahun hanyalah 12 orang. Namun apakah beliau berputus asa? Tidak sama sekali. Karena kewajiban beliau adalah berdakwah dan beliau tidak dituntut untuk melihat hasil dakwah beliau. Alloh berfirman yang artinya, “Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebahagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kamilah yang menghisab amalan mereka.” (QS. Ar Ra’du: 40)
Kewajiban seorang da’i adalah untuk menyampaikan dakwah, untuk memerintahkan kepada mereka kebaikan dan mencegah kemunkaran. “Dan kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka.” (QS Al An’aam: 52)
(Disarikan dari transkrip ceramah Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Menteri Urusan Wakaf dan Dakwah Kerajaan Arab Saudi, pada hari Sabtu 13 Rabi’utstsani 1424 H dengan berjudul Ahkamul Amri bil Ma’ruf wa Nahyi ‘Anil Munkar)

0 comments:


Post a Comment

 

Mau SMS Gratis.......???