sorry ya gan,,,

blog nya lagi dalam masa perbaikan neh,,

maaf atas ketidaknyamanan nya,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

moga2 bisa cpet selesai aja...

doa nya gan,,,,,,,

rss

Wednesday, January 11, 2012

Berkawan Dengan Non Muslim

share

Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an, Surat Ali Imran Ayat 28:

Janganlah orang-orang beriman (mukmin) menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong (wali) dengan meninggalkan orang-orang mukmin, Barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena siasat untuk menjaga diri dari bahaya yang ia khawatirkan dari orang-orang kafir itu. Dan hanya kepada Allah (segalanya) kembali.

Agar dapat memahami sepenuhnya petunjuk ini, marilah kita terlebih dahulu menguraikan beberapa kemungkinan tingkat hubungan yang bisa terjadi antara dua individu atau dua kelompok.
Tingkat hubungan yang pertama disebut Muwalat ini adalah hubungan langsung dari hati ke hati. Hubungan pada tingkat ini hanya diperbolehkan antar sesama mukmin.
Tingkat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang bersifat simpati dan maksud baik, disebut Muwasat. Hubungan ini bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh orang kafir, kecuali ketika berperang dengan orang-orang mukmin. Hal ini tertuang dalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 8:

Allah tidak melarangmu untuk berlaku adil dan bersikap baik kepada mereka yang tidak memerangimu karena agamamu dan tidak mengusirmu dari tempat tinggal (negeri)-mu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Tingkat hubungan yang ketiga adalah hubungan yang berkaitan dengan membangun citra perilaku moral yang baik terhadap orang lain. Hubungan ini disebut Madarat . Hubungan dengan orang-orang non-muslim pada tingkat ini juga diperbolehkan. Misalnya, ketika anda menerima tamu seorang non-muslim haruslah anda tetap menghormatinya sebagai tamu. Orang-orang mukmin juga boleh bersikap baik demi untuk menyelamatkan diri mereka sendiri terhadap bahayanya orang-orang kafir. Inilah yang dimaksudkan Allah SWT didalam bagian firman-Nya dalam Surat ‘Ali Imran Ayat 28 di atas, yakni:

... kecuali karena siasat untuk menjaga diri dari bahaya yang ia khawatirkan dari orang-orang kafir itu. ...
Tingkat hubungan yang ke-empat adalah yang ada hubungannya dengan perdagangan, industri, dan hubungan kerja. hubungan ini dikenal dengan istilah Mu’amalat . Hubungan ini diizinkan untuk dilakukan dengan semua orang yang tidak beriman sepanjang tidak merugikan kepentingan orang-orang mukmin. Karena itu, di ijinkan juga orang-orang mukmin mencari peluang kerja ke tempat orang non-muslim atau menjadi pekerja di pabrik milik non-muslim. Sama halnya, diperbolehkan juga mengadakan hubungan dagang dengan non-muslim meskipun ada larangan menjual persenjataan dan amunisi kepada mereka yang sedang memerangi orang-orang mukmin.
Perilaku yang sedemikian itu pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Misalnya, ketika penduduk Makkah dalam keadaan krisis pangan, beliau menolong mereka meskipun pada kenyataannya mereka telah mengusir beliau dari tempat tinggal beliau sendiri.
Hal serupa terjadi juga setelah penaklukan Makkah, penduduk Makkah memperkirakan bahwa Rasulullah SAW pasti membunuh mereka, atau menjadikan mereka budak, atau paling sedikit merampas harta-benda mereka. Pada saat itu mereka benar-benar sangat cemas dan menduga-duga apakah kiranya pernyataan yang akan beliau sampaikankan dalam khutbah bersejarah itu. Rasulullah Muhammad SAW memulai khutbahnya kepada orang-orang kafir itu dengan kalimat berikut:

“ Pada hari ini, tidak akan ada tuntutan apapun atas kalian dan tak seorangpun akan mencelakai kalian dengan cara apapun”.
Tidaklah dapat kita temukan contoh serupa itu sepanjang sejarah kehidupan manusia untuk menunjukkan sikap yang sangat istimewa dalam hal menghadapi lawan. Buah dari sikap yang mulia ini, ribuan penduduk Makkah pun berbondong-bondong memeluk Islam.
Sikap mulia serupa itu pernah juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW pada waktu beliau mengizinkan rombongan utusan suku Bani Thaqif untuk tinggal di Masjid Nabawi, walaupun waktu itu mereka masih belum memeluk Islam. Hal ini beliau lakukan untuk menunjukkan rasa hormat dan keramah-tamahan.
Khalifah Umar RA biasa memberikan beasiswa kepada orang-orang kafir yang benar-benar butuh bantuan, diambil dari dana pemerintah (baitul Maal).
Menyimak semua penjelasan di atas, kini kita dapat merujuk beberapa ayat lain didalam Al-Qur’an yang menerangkan hubungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir. Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 1:

Di awal Ayat, Allah menyeru: Wahai Orang-orang yang beriman! Janganlah engkau jadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih-sayang dan perhatian terhadap mereka.
Dan di akhir Ayat tersebut, Allah memperjelas:

Kamu berkawan secara sembunyi-sembunyi (memberitakan perihal Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir). Aku (Allah) Maha mengetahui apa-apa yang kamu sembunyikan dan yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa diantara kamu (muslim) melakukan yang demikian, maka sungguh ia telah jauh tersesat dari jalan yang lurus.
Didalam Surat Al-Maidah Ayat 51, Allah SWT berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai auliya’ (penolong/pemimpin-mu), mereka itu saling menolong satu sama lain. Maka, barangsiapa diantara kamu menjadikan mereka sebagai pemimpin, sesungguhnya ia termasuk dalam golongan mereka. Sesunguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang aniaya (dzalim).
Selanjutnya, Firman Allah SWT dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 22:

(Wahai Muhammad) kamu tidak akan mendapati orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir itu saling berkasih sayang dengan mereka yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, ataupun keluarga mereka.

Dengan demikian kriteria yang dipakai untuk ukuran berbagai tingkat perkawanan atau perseteruan adalah kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Alasan-alasan lain seperti, kepentingan pribadi, rasial, teritorial, tidak boleh dijadikan motif oleh seorang beriman untuk bersahabat ataupun membenci orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa bersahabat karena Allah semata, dan membenci karena Allah semata, ia telah menyempurnakan Imannya”. (Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa orang-orang mukmin dilarang berkawan akrab secara pribadi dengan orang-orang non-muslim, bahkan dengan kaum Nasrani dan Yahudi, agar mereka tidak berbagi rahasia negeri (khilafah) Islam dengan orang luar. Hal ini demi keselamatan dan ketenteraman rakyat dan negerinya.
Didalam Surat Ali Imran Ayat 118,119,120 Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil teman kepercayaan dari orang-orang diluar kalangan-mu sendiri, karena mereka tidak henti-hentinya memudharatkanmu. Mereka menyukai hal-hal yang menyusahkanmu.Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan lebih besar lagi yang disembunyikan didalam hati mereka. Sungguh telah Kami buat sejelas-jelasnya keterangan Kami, jika kamu memahami. Beginilah kamu, kamu mencinta mereka padahal mereka tidak mencintaimu, meskipun kamu beriman kepada semua kitab. Ketika mereka berada diantara kamu, mereka berkata,”Kami beriman”. Ketika mereka jauh darimu,mereka menggigit ujung jari mereka karena geram bercampur benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kalian dalam kegeramanmu itu”. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi didalam hati. Jika kamu memperoleh kebaikan mereka bersedih hati, namun jika kemalangan yang kamu dapati, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tak sedikitpun tipu daya mereka memudharatkanmu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala hal yang mereka kerjakan.

Meskipun demikian, orang-orang Muslim diharuskan memenuhi hak-hak orang-orang kafir yang tinggal di negeri Islam. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku akan mewakili orang-orang kafir di Hari Pembalasan, untuk menuntut siapa saja yang mengganggu mereka yang tinggal di negeri Islam. Ketika aku menjadi penuntut, pastilah aku memenangkan tuntutanku.”
Hal serupa diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT telah melarang bahwasanya aku mengakibatkan kebengisan terhadap seorang kafir yang hidup di negeri Islam.”

Rasulullah SAW juga telah bersabda: “Aku kelak di Hari Pembalasan harus memohon dipihak seorang kafir yang pernah teraniaya atau dikurangi hak-hak dasarnya, atau jika ia pernah menderita tekanan-tekanan diluar kesanggupannya, atau pernah diambil harta miliknya tanpa seizinnya, oleh seorang mukmin.”
Kesimpulannya, hubungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir bersifat adil, saling hormat-menghormati, dan masuk akal.
Semoga Allah SWT menolong kita untuk hidup berdasarkan petunjuk-Nya didalam Al-Qur’an dan keteladanan perilaku yang telah dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dan para Khalifah Rasulullah yang telah memperoleh bimbingan dan petunjuk yang benar. Amiin.

Sumber : http://www.imtiazahmad.com/

0 comments:


Post a Comment

 

Mau SMS Gratis.......???