Recycle
Contoh penanganan limbah pisang dengan cara daur ulang (recycle) ialah
a. Cuka Kulit Pisang
Mula-mula
kumpulkan kulit pisang sebanyak 100 kg dan lakukan proses produksi
selama 4-5 minggu. Kebutuhan bahan-bahan lain mencakup: 20 kg gula
pasir, 120 gr ammonium sulfit (NH4)2S03, 0,5 kg ragi roti (Saccharomyces
cerevisiae) dan 25 liter induk cuka (Acetobacter aceti).
Cara
rnembuatnya, kulit pisang dipotong-potong atau dicacah, lalu direbus
dengan air sebanyak 150 liter. Saring dengan kain dalam stoples.
Berdasarkan uji lapangan, bahan awal kulit pisang yang direbus itu akan
menghasilkan cairan kulit pisang kira-kira 135 liter, bagian yang hilang
7,5 kg, dan sisa bahan padat sekitar 112,5 kg. Setelah disaring ke
stoples, cairan kulit pisang ini perlu ditambah ammonium sulfit dan gula
pasir.
Langkah
berikut, didinginkan dan tambahkan ragi roti. Biarkan fermentasi
berlangsung satu minggu. Hasilnya disaring lagi. Dari 135 liter cairan
kulit pisang setelah difermentasi dan disaring menjadi 130 liter larutan
beralkohol, dan lima liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan
beralkohol itu ditambahkan induk cuka, dan biarkan fermentasi
berlangsung selama tiga minggu.
Selanjutnya,
hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan. Nah, dalam kondisi
masih panas, cuka pisang dimasukkan ke dalam botol plastik. Lalu segera
ditutup dan disimpan dalam temperatur kamar. Biasanya pemasaran cuka
pisang dikemas dalam plastik berukuran 40 ml, 60 ml, atau 80 ml. Jika
dihitung, dari 100 kg kulit pisang akan diperoleh sekitar 120 liter cuka
pisang.
b. Nata dari Kulit Pisang
Potensi buah-buahan lokal Nusantara
untuk dikembangkan sebagai bahan makanan sudah terbukti. Salah satu buah
tersebut yakni pisang. Buah ini selain bisa dimakan saat segar juga
bisa dibuat berbagai jenis makanan, seperti ceriping, dan sale.
Sebuah penelitian terhadap buah pisang
dilakukan tiga dosen Universitas Negeri Yogyakarta. Sekali lagi untuk
menjadikan pisang sebagai produk olahan yang disukai masyarakat dengan
tetap memiliki kandungan gizi.
Yang menarik, penelitian yang dilakukan
Das Salirawati MSi, Eddy Sulistyowati Apt MS, dan Retno Arianingrum MSi
yang semuanya adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam adalah bukan dilakukan pada buahnya, tetapi
pada kulitnya. Penelitian ini sukses menjadikan kulit pisang-yang selama
ini lebih banyak dibuang-menjadi nata.
Nata adalah serat yang berbentuk seperti
gel yang dibuat dengan memanfaatkan kerja bakteri Acetobacter xylinum.
“Selama ini masyarakat telah mengenal produk nata de coco atau nata yang
dibuat dari air kelapa. Nata dari kulit pisang sebenarnya sama dengan
nata de coco, bedanya nata pisang dibuat dari bahan dasar kulit pisang,”
katanya, Rabu (8/3).
Ide membuat nata dari kulit pisang,
karena terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang bisa membuat nata
dari buah pisang. “Kenapa kemudian memilih kulit pisang karena selama
ini kulit pisang tidak termanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja.
Padahal kulit pisang ini banyak ditemui di sekitar kita, antara lain di
tempat-tempat orang jual gorengan,” ucapnya.
Proses pembuatan nata kulit pisang yang
pertama adalah mengerok kulit bagian dalam buah pisang. Hasil kerokan
itu kemudian diblender dan dicampur air bersih dengan perbandingan 1 :
2, lalu disaring guna mendapatkan air perasan. Setelah itu ditambahkan
asam cuka biasa dengan ukuran 4-5 persen dari volume air perasan. Jika
menggunakan asam cuka absolut maka cukup 0,8 persen. Ditambahkan juga
pupuk ZA sebanyak 0,8 persen dari larutan, dan gula pasir sebanyak 10
persen. Bahan-bahan tersebut dicampurkan untuk kemudian dipanaskan
sampai mendidih.
“Asam cuka dan pupuk ZA berfungsi untuk
media hidup bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini membutuhkan
nitrogen dari pupuk ZA dan keasaman dari cuka. Acetobacter xylinum
inilah yang nanti akan membentuk nata,” ujar Das.
Setelah mendidih lalu dituangkan dalam
cetakan-cetakan. Dengan ketinggian cairan adonan lebih kurang 2-3 cm di
setiap cetakan. Setelah dingin, dimasukkan bakteri Acetobacter
xylinum-yang bisa dibeli dalam bentuk cairan-sebanyak 10 persen dari
campuran. Sebelum memasukkan bakteri, adonan harus benar-benar dingin,
sebab kalau masih panas bakteri akan mati. Setelah itu, cetakan ditutup
dengan kertas koran. Ini supaya udara tetap bisa masuk melalui pori-pori
kertas. Setelah dua minggu, cetakan baru boleh dibuka. Adonan pun akan
berubah menjadi berbentuk gel.
Nata lalu diiris-iris, dicuci, dan
diperas sampai kering. Untuk selanjutnya direbus lagi dengan air lebih
kurang dua kali rebusan. Ini berfungsi untuk menghilangkan aroma asam
cuka. Setelah selesai, nata bisa dicampur dengan sirop atau gula sesuai
selera. Campuran rasa diperlukan karena nata berasa tawar. Nata dari
kulit pisang pun siap disajikan untuk minuman, maupun makanan kecil
lain. Diketahui dari 100 gram nata kulit pisang mengandung protein
sebanyak 12 mg. Das Salirawati mengungkapkan, penelitian itu akan
dilanjutkan untuk mencari ketebalan nata yang paling optimal. Dari
percobaan awal, diketahui dari ketebalan cairan adonan dua cm diperoleh
nata lebih kurang 1,5 cm. Masyarakat dipersilakan jika ingin mencoba
membuat nata dari kulit pisang. “Ini bisa untuk usaha alternatif skala
kecil,” tuturnya. (RWN)
c. Roti dari Kulit Pisang
Kulit pisang
kerap dibuang begitu saja di sembarang tempat. Jika dibuang
sembarangan, kulit pisang bisa membuat orang tergelincir. Namun, tiga
mahasiswa Biologi ITS, tak pernah menganggap remeh kulit pisang. Karena
setelah diteliti terbukti kulit pisang memang tak bisa dianggap barang
remeh.
“Kulit
pisang yang sering dianggap barang tak berharga itu, ternyata memiliki
kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup,”
kata Sulfahri, salah satu dari 3 peneliti itu. Melihat kandungannya yang
cukup tinggi, ia bersama dua rekan mencoba membuat penganan dari bahan
kulit pisang itu.
“Semula,
kami hanya memproduksi keripik kulit pisang, namun lama-kelamaan timbul
ide untuk membuat tepung dari kulit pisang,” katanya. Mahasiswa
angkatan 2007 itu mengatakan tepung pisang itu akhirnya digunakan
sebagai bahan baku kue bolu. Meski berkali-kali gagal, namun akhirnya
mereka menemukan formula yang pas untuk membuat bolu dari kulit pisang.
“Kalau
dihitung lebih dari 50 kali, namun kami sekarang sudah puas dengan resep
bolu yang kami miliki,” katanya. Kulit pisang yang cocok dibuat tepung
adalah jenis pisang raja, karena kulit pisang raja lebih tebal
dibandingkan jenis pisang lainnya.
Karya
Sulfahri dan dua rekannya itu merupakan salah satu karya inovatif yang
terpilih dalam penyaringan untuk “Biological Opus Fair” yang digelar di
Plaza dr Angka ITS Surabaya pada 17 dan 18 April 2008.
Delapan
produk inovatif yang dipamerkan adalah karya bertajuk “Pemanfaatan
Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca sapientum) sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Kue Bolu” (karya Sulfahri dari Jurusan Biologi ITS Surabaya),
dan “Water Electric Light Trap (WEL-T) sebagai Pengganti Pestisida dalam
Upaya Peningatan Produksi Pangan yang Ramah Lingkungan” (karya Resti
Afiandinie dari Jurusan Teknik Kimia ITS).
Karya
lain adalah “Pendayagunaan Talok (Muntingia calabura Linn) sebagai Salah
Satu Sumber Alternatif Baru dalam Dunia Pangan” (Fitri Linda Sari dari
Universitas Muhammadiyah Malang), kemudian “Potensi Suweg
(Amorphophallus campanulatus Bl.) sebagai Alternatif Bahan Pangan (Upaya
Menggali Potensi Pangan Lokal)” (Riana Dyah Suryaningrum dari
Universitas Muhammadiyah Malang).
Disamping
itu terdapat karya lain, seperti “Konversi Limbah Padat Menjadi Produk
Ramah Lingkungan” (Sulistiono Ningsih dari Jurusan Biologi di
Universitas Jember), “Pemanfaatan Mikroalga (Fitoplankton) sebagai
Subtitusi Sumber Bahan Bakar Premium” (Abdul Azis Jaziri dari Jurusan
Perikanan di Universitas Brawijaya Malang), “Diversifikasi Dioscorea
Flour sebagai Sumber Alternatif Pangan” (Zainal Arifin dari Jurusan
Biologi ITS Surabaya), kemudian “Pemanfaatan buah dan daun cersen/talok
sebagai keripik dan dodol” (Ria Hayati dari Jurusan Biologi ITS
Surabaya).
Tak
berbeda dengan Sulfahri, Zaenal Arifin juga mencoba membuat
diversifikasi pangan dari bahan umbi uwi. “Umbi yang bernama latin
dioscorea alata itu ternyata dapat menjadi bahan pangan yang aman bagi
penderita diabetes. Kadar gula uwi itu rendah, tapi karbohidratnya
tinggi,” kata mahasiswa jurusan Biologi ITS itu.
Pengolahan
uwi menjadi tepung itu pun tidak memerlukan proses yang rumit, bahkan
cukup menggunakan metode tradisional.”Saya buat dari dua macam uwi, uwi
putih dan juga uwi ungu yang sama-sama berkadar gula rendah. Uwi diparut
kasar, kemudian direndam dengan air kapur untuk memisahkan parutan
dengan getahnya. Air getah uwi itu bisa untuk pestisida yang ramah
lingkungan,” ucapnya.
Parutan
yang sudah dikeringkan, katanya, dapat langsung diolah menjadi tepung.
“Tepung dari uwi ini dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam
penganan, seperti kue dan mie. Rasa tepungnya sendiri tawar, jadi
gampang divariasikan,” katanya.
d. Dendeng Jantung Pisang
Tanaman pisang tumbuh baik dan
dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis pohon mudah ditanam
dan hampir setiap rumah di pedesaan memiliki pohon pisang ini.
Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, meskipun di antaranya hanya menanam pisang pada pekarangan.
Tak ada ruginya menanam pohon ini.
Apalagi, seluruh bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan rumah tangga mulai dari daun, buah, sampai bonggol pohonnya.
Buah dan bagian tanaman pisang pun bisa
diolah menjadi berbagai macam jenis makanan olahan. Salah satu makanan
olahan dari bagian tanaman pisang adalah dendeng jantung pisang.
Untuk
membuat dendeng jantung pisang perlu disiapkan sejumlah bahan, meliputi
empat buah jantung pisang, satu sendok makan ketumbar, 50 gr ikan teri,
10 siung bawang merah, dan empat siung bawang putih. Sedangkan kebutuhan
peralatan terdiri atas pisau, kukusan, penumbuk, dan tampah.
Cara
membuatnya, ambil jantung pisang yang masih segar. Buang kelopak bagian
luar hingga tampak kelopak dalamnya berwarna putih kemerah-merahan.
Jantung pisang tersebut direbus sampai lunak. Lalu ditumbuk sampai
halus.
Selanjutnya,
bumbu-bumbu ditumbuk lalu dimasak dalam wajan. Setelah itu, tumbukan
jantung pisang dimasukkan ke dalam wajan berisi bumbu. Diaduk-aduk
sampai merata, lalu tambahkan gula merah. Jika sudah masak, silakan
diangkat dan segera dicetak di atas tampah. Jadilah dendeng jantung
pisang yang telah dicetak. Dendeng tersebut dijemur selama 2-3 hari
hingga kering. Lantas, digoreng hingga masak, dan akhirnya dikemas dalam
kantong plastik.
e. Keripik Bonggol Pisang
Kebutuhan
bahan untuk membuat keripik bonggol pisang terdiri atas bonggol pisang,
natrium bisulfit, garam, bawang merah, bawang putih, minyak goreng,
merica, dan air. Sedangkan piranti yang mesti disiapkan adalah pisau,
baskom, wajan, ember, kompor, talenan, dan alat penunjang lainnya.
Cara
membuatnya, ambil bonggol pisang, lalu kupas kulit luarnya, dan dicuci
dengan air bersih. Bonggol diiris menjadi irisan-irisan tipis sekitar
0,5 cm. Irisan bonggol direndam dalam larutan natrium bisulfit satu
persen selama 2-3 menit (Pedomannya: 1 gram natrium bisulfit dicairkan
ke dalam 1 liter air). Setelah direndam, irisan bonggol ditiriskan.
Selanjutnya,
bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus, lalu dimasukkan ke dalam baskom dan
tambahkan sedikit air. Rendam irisan bonggol dalam baskom yang berisi
bumbu, lalu diaduk sampai rata, dan biarkan sekitar 5-10 menit agar
bumbunya meresap.
Irisan
bonggol yang telah dibumbui itu digoreng, sambil dibolak-balik hingga
kematangan merata. Angkat dan tiriskan. Akhirnya, jadilah keripik
bonggol pisang yang dikemas dalam kantong plastik.
f. Batang Pisang Sebagai Bahan Dasar Kertas Daur Ulang
Batang
pisang juga dapat di olah menjadi kertas, yaitu setelah mengalami
proses pengeringan dan pengolahan lebih lanjut. proses pembuatan kertas
dari bahan batang pisang pertama-tama yang harus dilakukan adalah,
batang pisang tadi dipotong kecil-kecil dengan ukuran berkisar 25 cm,
lalu di jemur di bawah terik matahari hingga kering. Setelah batang
pisang tadi kering proses berikutnya adalah dengan cara direbus sampai
menjadi lunak, namun pada saat proses perebusan sebaiknya di tambah
dengan formalin atau kostik soda maksudnya adalah di samping untuk
mempercepat proses pelunaan juga untuk menghilangkan getah-getah yang
masih menempel pada batang pisang tadi, pada proses berikutnya batang
pisang yang sudah lunak tadi disaring dan dibersihkan dari zat-zat kimia
tadi baru kemudian di buat bubur ( pulp) dengan cara di blender. Baru
kemudian dicetak menjadi lembaran-lembaran kertas.
sumber : http://onlinebuku.com/2009/01/29/pemanfaatan-limbah-dari-tanaman-pisang/
0 comments:
Post a Comment